Publications with Team

Thursday, March 16, 2006

Budget Efficiency as Success Factor of Innovation in Jembrana (2005) Indonesian Version

EFISIENSI ANGGARAN SEBAGAI FAKTOR KUNCI KEBERHASILAN
DALAM PELAKSANAAN PROGRAM INOVASI DI KABUPATEN JEMBRANA


Dr. Eko Prasojo, Mag.rer.publ*
Teguh Kurniawan, S.Sos., M.Sc**
Drs. Azwar Hasan, MEPA***

Saat ini, Kabupaten Jembrana dikenal sebagai salah satu Daerah yang dianggap berhasil dalam era Otonomi Daerah pasca diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini dikarenakan sejumlah program inovasi yang digulirkan oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana yang terbukti mampu mengangkat derajat perekonomian dan kehidupan masyarakatnya. Sebut saja program inovasi di bidang pendidikan melalui pembebasan biaya pendidikan tingkat SD sampai SMU Negeri serta beasiswa untuk siswa SD sampai SMU Swasta; di bidang kesehatan melalui Jaminan Kesehatan Jembrana (JKJ) yang memberikan kebebasan akses masyarakat untuk berobat secara gratis pada PPK 1 baik negeri maupun swasta yang memiliki kerja sama dengan Badan Pelaksana JKJ; serta di bidang ekonomi melalui Program Dana Bergulir dan sejumlah program lain yang digulirkan dalam upaya meningkatkan daya beli masyarakat Jembrana.

Merupakan hal yang menarik untuk mengetahui strategi di balik kesuksesan Pemerintah Kabupaten Jembrana dalam melaksanakan program-program inovasi tersebut dikaitkan dengan keterbatasan kemampuan keuangan daerahnya. Sebagaimana diketahui, Kabupaten Jembrana merupakan salah satu Kabupaten yang memiliki kemampuan keuangan relatif lebih rendah dibandingkan dengan Kabupaten lainnya di Propinsi Bali. Hal ini dapat dilihat dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Jembrana yang hanya sebesar Rp 11,05 milyar di tahun 2003, Rp 11,55 milyar di tahun 2002, Rp 5,54 milyar di tahun 2001 dan Rp 2,55 milyar di tahun 2000 dengan sumber penghasilan utama berasal dari pajak.

Tulisan ini berusaha untuk memaparkan strategi efisiensi anggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana dibawah kepemimpinan Bupati I Gede Winasa (2000-2005) sebagai salah satu faktor kunci keberhasilan dalam pelaksanaan program-program inovasi yang digulirkannya, khususnya di bidang pendidikan, kesehatan, dan perekonomian. Pengetahuan dan pemahaman akan strategi efisiensi anggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana ini, diharapkan dapat menjadi lesson learned dan inspirasi bagi Pemerintah Daerah lainnya di Indonesia dalam menggulirkan program sejenis di Daerahnya masing-masing.

DESKRIPSI SINGKAT PROGRAM INOVASI
Bidang Pendidikan
Dalam bidang pendidikan, terdapat 5 (lima) program inovasi, yaitu pembebasan biaya sekolah SD – SMU Negeri dan program beasiswa untuk siswa SD – SMU Swasta; pembangunan/perbaikan gedung sekolah; pemberian beasiswa kepada guru untuk melanjutkan pendidikan; peningkatan kesejahteraan guru melalui penambahan insentif tambahan; serta penyelenggaraan sekolah kajian.

Pembebasan biaya sekolah
Pembebasan iuran wajib pada sekolah ini dilaksanakan sejak tahun Anggaran 2001 hingga kini. Program pembebasan iuran sekolah dilakukan terbatas hanya pada sekolah-sekolah negeri dari SD, SMP sampai SMU. Sedangkan untuk sekolah-sekolah swasta program yang dilakukan adalah pemberian beasiswa kepada siswa yang dimulai sejak tahun 2003. Program pembebasan iuran sekolah dilaksanakan mulai tahun 2001 dengan alokasi dana untuk subsidi SPP pada tahun 2001 sebesar Rp. 3.126.114.000,-, tahun 2002 sebesar Rp. 3.473.460.000,-, tahun 2003 sebesar Rp. 3.859.400.000,-, dan tahun 2004 sebesar Rp. 4.288.112.000,-. Sedangkan program pemberian beasiswa kepada siswa di sekolah swasta akan dibiayai dengan jumlah masing-masing Rp. 7.500,- per siswa untuk SD, Rp. 12.500,- per siswa untuk SMP dan Rp. 20.000,- per siswa untuk SMU. Jumlah alokasi dana untuk untuk program beasiswa tahun 2003 adalah Rp. 181.380.000,- dengan 1.063 Siswa dan tahun 2004 Rp. 255.675.000,- untuk 2.735 siswa. Dana alokasi pembebasan iuran sekolah dan pemberian beasiswa langsung diberikan oleh pemerintah daerah kepada sekolah sesuai dengan jumlah siswa yang tercatat di sekolah negeri atau siswa yang tercatat sebagai penerima.

Pembangunan/perbaikan gedung sekolah
Pembangunan/perbaikan gedung sekolah negeri baik berupa ruang kelas baru atau ruang penunjang lainnya dilaksanakan melalui pola block grant bukan proyek seperti yang selama ini biasa dilakukan di Daerah-Daerah lainnya. Pola ini dilakukan dengan mengedepankan partisipasi masyarakat melalui komite sekolah yang ada, sehingga pembangunan sarana dan prasarana pendidikan tersebut diharapkan sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat. Melalui pola ini, Pemerintah Kabupaten hanya memfasilitasi dan memberikan bantuan berupa dana atau material untuk bangunan yang akan direhab/buat. Pemilihan pola block grant dilakukan selain untuk memberikan ruang partisipasi kepada masyarakat juga bertujuan untuk melakukan efisiensi dan pemanfaatan dana yang lebih optimal dengan sasaran akhir yang lebih maksimal. Dengan pola ini diharapkan dapat dilaksanakan rehab/perbaikan gedung SD, SMP, maupun SMU dengan menggunakan biaya dari APBD dan DAK yang minimal namun dengan hasil yang lebih optimal.

Pola block grant dilakukan melalui sebuah mekanisme yang terdiri atas sejumlah tahapan. Tahap pertama dilakukan oleh sekolah melalui komite sekolah dengan mengajukan proposal untuk melakukan perbaikan/pembangunan gedung sekolahnya. Selanjutnya pihak Dinas Dikbudpar dan instansi Pemerintah Kabupaten lain akan membentuk tim untuk mengkaji proposal yang diajukan tersebut. Hasil kajian dari tim pengkaji tersebut untuk kemudian dilaporkan kepada Bupati. Berdasarkan hasil kajian dan pengecekan lapangan yang dilakukan langsung oleh Bupati maka akan dikeluarkan sejumlah dana atau material untuk bangunan dengan standar tertentu yang ditentukan oleh Bupati.

Melalui pola block grant ini telah memberikan manfaat berupa efisiensi penggunaan dana sebesar 15 – 30% serta partisipasi masyarakat yang lebih besar melalui komite sekolah sebagai pihak yang ditunjuk untuk mengerjakan perbaikan/pembangunan gedung sekolah tersebut. Dengan pola block grant, pada tahun 2001 telah dilakukan perbaikan gedung SD sebanyak 65 unit dengan biaya Rp. 1.760.000.000,-; tahun 2002 telah dilakukan perbaikan gedung SD sebanyak 74 unit dengan biaya Rp. 2.112.000.000,; tahun 2003 telah dilakukan perbaikan gedung SD sebanyak 96 unit dengan biaya Rp. 2.883.120.000,-; dan tahun 2004 sebanyak 65 unit dengan biaya Rp. 2.156.500.000,-.

Peningkatan kualitas guru
Peningkatan kualitas Guru dilakukan dengan memberikan pendidikan dan latihan tambahan serta pemberian motivasi agar interaksi antara anak didik dan guru benar-benar harmonis dan berkualitas. Pemberian pendidikan dan latihan tambahan bagi para guru dilakukan dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi para guru untuk mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi melalui program D3, S1, dan S2 dengan tanggungan pembiayaan yang dibantu oleh Pemerintah Kabupaten sebesar 50%, serta dengan memberikan penyegaran kepada para guru pada setiap liburan semester. Sementara itu, pemberian motivasi dilakukan melalui pemberian insentif tambahan berupa tunjangan bulanan, honor tambahan Rp 5.000,- per jam mengajar dan bonus Rp. 1.000.000,- setiap tahun, serta melalui agenda pertemuan seluruh guru dengan Bupati yang diadakan setiap bulannya. Melalui pemberian motivasi kepada guru ini diperoleh informasi bahwa saat ini tingkat kehadiran guru mengajar di sekolah-sekolah cenderung lebih meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Sekolah kajian
Sekolah kajian adalah merupakan pengembangan model pendidikan dalam mengembangkan dunia pendidikan yang lebih inovatif dan berorientasi ke depan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan cara memadukan pola pendidikan pada sejumlah sekolah, seperti SMU Taruna Nusantara, Pola Pendidikan di Pondok Pesantren, serta Pola Pendidikan sekolah-sekolah di Jepang. Nilai lebih dari sekolah kajian ini adalah tingginya muatan disiplin anak didik yang ditanamkan seperti halnya di SMU Taruna Nusantara dan sekolah-sekolah di Jepang. Selain itu, pendidikan dan penanaman budi pekerti juga mendapatkan perhatian yang sangat serius seperti di Pondok Pesantren, yakni bagaimana hubungan antara Santri dan Kiyai, disamping pemberian keterampilan praktis serta penguasaan IPTEK sejak dini dan pengembangan SDM berwawasan global.

Diharapkan melalui Sekolah Kajian ini kedepannya akan dapat mencetak anak didik yang memiliki disiplin tinggi, budi pekerti, keterampilan, IPTEK serta mempunyai wawasan global. Untuk itu, dalam rekruitmen anak didik dan guru pengajarnya dilakukan secara ketat dan disesuaikan dengan nilai yang ditetapkan dan bersifat global. Selain penekananya pada Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Sekolah kajian juga memberikan penekanan pada nilai-nilai budaya lokal sebagai pondasi dalam memasuki pergaulan global dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karenanya, untuk anak didiknya juga disediakan perangkat kesenian tradisional selain perangkat kesenian modern dan perangkat teknologi terbaru.

Secara garis besar, pola pendidikan dan proses belajar mengajar di Sekolah Kajian menghabiskan waktu lebih panjang dibandingkan sekolah-sekolah konvensional biasa. Proses belajar dan mengajar di Sekolah Kajian dimulai Pukul 07.00 – 16.00 WITA, Pada saat istirahat, para anak didik diberikan makanan ringan dan susu sehat serta makan siang bersama dalam sebuah ruangan khusus. Dari penyelenggaraan dan pola pendidikan semacam ini, diharapkan akan melahirkan rasa solidaritas yang semakin kental diantara para peserta didik; terciptanya rasa kebersamaan, toleransi, sopan santun, serta tercipta ikatan batin yang lebih kental antara anak didik dan pendidiknya. Sekolah Kajian juga menetapkan pola asrama, yakni semua peserta didik harus tinggal di sebuah asrama yang telah disiapkan selama menempuh pendidikannya dengan diawasai oleh pengasuh. Pengasuh tidak hanya mengawasi anak asuhnya diluar jam-jam belajar, tetapi juga ikut memberikan bimbingan belajar, sehingga peserta didik akan memiliki sikap mandiri dalam menjalani proses pendidikannya. Sejauh ini, Sekolah Kajian yang telah dibangun adalah SMP Negeri 4 Mendoyo dan SMU Negeri 2 Negara.

Bidang Kesehatan
Dalam bidang kesehatan, program inovasi yang digulirkan adalah Program ”Jaminan Kesehatan Jembrana” (JKJ) yang mulai dirintis oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana pada tahun 2002 melalui Keputusan Bupati Nomor 572 Tahun 2002 tentang Pembentukan Tim Persiapan Jaminan Kesehatan Jembrana yang ditindak lanjuti dengan Keputusan Bupati Nomor 31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Subsidi Pelayanan Kesehatan dan Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Jembrana yang menandai dimulainya secara resmi Program JKJ. Kebijakan lainnya yang ditujukan untuk mendukung pelaksanaan Program JKJ dilakukan melalui Keputusan Bupati Nomor 84 Tahun 2003 tentang Penyerahan Obat-obatan yang Dikelola Dinas Kesehatan Kabupaten Jembrana Kepada Badan Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Jembrana, Keputusan Bupati Nomor 127 Tahun 2003 tentang Pembayaran Premi Jaminan Kesehatan Masyarakat Jembrana Kepada Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Jembrana, dan Keputusan Bupati Nomor 559 Tahun 2003 tentang Penetapan pengelola Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Keluarga Miskin (Gakin) Tahun 2003.

Dalam pelaksanaan JKJ, Pemerintah Kabupaten Jembrana mengambil langkah untuk mengalihkan subsidi yang semula diberikan untuk biaya obat-obatan RSUD dan Puskesmas menjadi diberikan kepada masyarakat melalui satu lembaga asuransi yang dibangun oleh Pemerintah yaitu Lembaga Jaminan Kesehatan Jembrana (JKJ). Subsidi ini diberikan kepada seluruh masyarakat Jembrana dalam bentuk premi untuk biaya rawat jalan tingkat pertama di unit pelayanan kesehatan yang mengikat kontrak kerja dengan Badan Penyelenggara (Bapel) JKJ. Pada saat yang bersamaan Puskesmas dan Rumah Sakit diwajibkan untuk mencari dana sendiri (swadana) untuk memenuhi kebutuhan rutinnya termasuk obat-obatan, hanya obat-obatan untuk program khusus yang dibantu oleh Pemerintah, seperti Program imunisasi, Malaria, TBC, Demam Berdarah, Diare dan kusta serta program Gizi.

Program JKJ terdiri atas 3 (tiga) komponen utama, yakni (1) lembaga JKJ, (2) peserta JKJ, dan (3) PPK (pemberi pelayanan kesehatan). JKJ adalah suatu lembaga asuransi kesehatan Pemerintah Kabupaten Jembrana yang dibentuk sebagai UPT yang berada pada Dinas Kesehatan Jembrana. Lembaga ini memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat Jembrana dan menyalurkan subsidi Pemerintah Kabupaten Jembrana di bidang kesehatan. JKJ dipersiapkan untuk menjadi Perusahaan Daerah yang bergerak di bidang Asuransi Kesehatan.

Peserta JKJ adalah seluruh masyarakat Jembrana terutama keluarga miskin (Gakin) dan masyarakat umum yang belum terbiayai oleh sistem pelayanan asuransi kesehatan (Askes untuk PNS, Jamsostek untuk karyawan swasta, dan asuransi swadana lainnya). Melalui subsidi premi yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten, semua masyarakat Jembrana berhak memiliki kartu keanggotaan JKJ yang dapat digunakan untuk biaya berobat rawat jalan di setiap PPK-1 baik milik pemerintah maupun swasta (Dokter/drg/Bidan/Praktek swasta/poliklinik RS swasta kelas D) tanpa dipungut bayaran. Khusus untuk di Bidan hanya berlaku pelayanan Ante Natal Care (Pemeriksaan ibu hamil/sebelum melahirkan). Untuk PPK lanjutan, yaitu PPK-2 dan PPK-3 diikuti oleh masyarakat secara sukarela dengan preminya dibayar oleh masyarakat.

Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yang mengadakan kontrak dengan lembaga JKJ terdiri antara lain Puskesmas, Pustu Pembina, RS Swasta, Poliklinik Swasta, Praktek Dokter, Praktek Dokter Gigi dan Praktek Bidan. Antara PPK JKJ dengan Lembaga JKJ mempunyai hubungan kontrak dimana kedua belah pihak memiliki hak dan kewajiban. Apabila PPK JKJ tidak memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sebagaimana tertuang dalam kontrak, maka pihak Lembaga JKJ dapat memberikan sangsi berupa skorsing selama beberapa bulan. Apabila sangsi tetap di langgar, maka pihak Lembaga JKJ dapat melakukan pemutusan hubungan kontrak.

Untuk Program JKJ, komitmen Pemerintah Kabupaten khususnya Bupati dapat dilihat dari dukungan dana yang diberikan dari sejak perintisan hingga berjalannya program. Hal ini dapat dilihat misalnya dari dana yang dialokasikan untuk Program JKJ dari tahun 2002 sampai 2004 (berjalan) seperti dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 1.
Alokasi dan Sumber Pembiayaan Program JKJ tahun 2002 – 2004


Sumber: Bapel JKJ Kabupaten Jembrana

Bidang Perekonomian
Dalam bidang perekonomian, terdapat 8 (delapan) inovasi program, yaitu dana bergulir; pemberian alat kerja kepada kelompok masyarakat; pelatihan dan penempatan kerja di kapal pesiar; pelatihan dan pemagangan kerja di Jepang; info bursa tenaga kerja di Dinas Kependudukan, pemberian dana talangan kepada KUD untuk membeli gabah petani; pemberian dana talangan kepada petani cengkeh; dan pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan untuk areal pertanian.

Dana bergulir
Program dana bergulir Pemda Kabupaten Jembrana telah dilakukan sejak tahun 2001 dibiayai oleh dana APBD senilai 5 Milyar rupiah pertahun, sehingga sampai tahun 2004 dana bergulir tersebut telah mencapai 20 rupiah Milyar. Dana tersebut dititipkan pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) Cabang Negara dengan rekening tersendiri. Pemberian dan pengembalian dana bergulir dilakukan melalui rekening bank tersebut. Dana ini terus terakumulasi dengan pengembalian dana bergulir sebelumnya sebesar 30% dari keuntungan yang diperoleh dari usaha kelompok masyarakat bersangkutan.

Program dana bergulir ini juga melibatkan mobilisasi sumber daya manusia dan organisasi lokal seperti subak, subak abian, dusun/banjar, KUD, Lembaga Perkreditan Desa, Lembaga Keuangan Mikro. Kelompok-kelompok organisasi non-pemerintah ini bersama-sama dengan organisasi formal pemerintah Kelurahan dan Kecamatan melakukan penumbuhan kelompok, pembinaan, pengkajian dan pengajuan permohonan proposal kepada Pemerintah Daerah. Bahkan untuk menciptakan soliditas dan tanggung jawab kelompok masyarakat untuk mengembalikan dana bergulir yang diterima, ukuran keberhasilan atau kinerja ditentukan per wilayah Dusun. Jika dalam satu wilayah Dusun/Banjar terdapat kelompok masyarakat penerima dana bergulir yang tidak memenuhi kewajiban atau sudah jatuh tempo tidak melunasi, maka wilayah Dusun/Banjar atau lingkungan tersebut tidak bisa diusulkan untuk kelompok lainnya. Sanksi ini yang menyebabkan tanggung jawab sosial sebuah kelompok masyarakat terhadap masyarakat lainnya termasuk semua jenis bantuan baik yang bersumber dari pembangunan maupun rutin. Bahkan hal ini terjadi pada wilayah Desa/Kelurahan, dimana pada wilayah Dusun/Banjar atau Lingkungan terdapat kelompok yang tidak memenuhi kewajiban pada saat sudah jatuh tempo, maka di wilayah Desa/Kelurahan yang bersangkutan tidak dapat direalisasikan dana bergulir atau perguliran termasuk program lainnya.

Keterlibatan organisasi-organisasi lokal/adat dalam pelaksanaan program dana bergulir ini memiliki peran besar terhadap tingkat pengembalian dana dan penyetoran 30% keuntungan. Tindakan yang diambil pemerintah daerah untuk melibatkan organisasi lokal/adat dalam program dana bergulir merupakan suatu inovasi yang mempertimbangkan secara mendalam kondisi sosial budaya masyarakat Jembrana yang taat pada ikatan dan sanksi-sanksi sosial. Dengan melibatkan seluruh komponan masyarakat, program dana bergulir sangat membantu pemerintah daerah pelaksanaan tugas dan pelayanan masyarakat. Mobilisasi sumber daya dengan kelompok masyarakat dengan melibatkan organisasi lokal/adat dan organisasi pemerintah merupakan instrumen yang efektif.

Pemberian alat kerja kepada kelompok masyarakat (pokmas)
Program pemberian alat kerja kepada kelompok-kelompok masyarakat dilakukan dalam rangka mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui sebuah proses dengan mengupayakan langkah-langkah kongkrit berupa terobosan yang berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat dengan sasaran utamanya adalah masyarakat berpendapatan rendah/miskin yang tersebar diseluruh pelosok Desa/Kelurahan di Kabupaten Jembrana.

Program peningkatan pendapatan masyarakat tersebut dilakukan melalui 3 (tiga) strategi yaitu pengembangan sumber daya manusia, pengembangan kemampuan dalam permodalan, dan pengembangan kelembagaan masyarakat melalui sejumlah prinsip dasar, yakni:

1. Pendekatan pemberdayaan adalah Kelompok Masyarakat (Pokmas) Kepemimpinan dari masyarakat
2. Keserasian
3. Pendekatan Kemitraan (Pokmas sebagai mitra kerja pembangunan yang berperan serta dalam pengembalian keputusan)
4. Swadaya
5. Belajar sambil bekerja (Pokmas dibimbing dan dibina melalui proses melakukan sendiri, mengalami sendiri dan menemukan sendiri)
6. Pendekatan Keluarga

Pemberdayaan Masyarakat melalui Pokmas ini, diarahkan untuk memberdayakan anggotanya agar memiliki kekuatan mandiri, yang mampu menerapkan inovasi (teknis, sosial dan ekonomi) memanfaatkan azas skala ekonomi dan menghadapi resiko usaha, sehingga mampu memperoleh tingkat pendapatan dan kesejahteraan yang layak. Pokmas sendiri dipilih karena pada dasarnya memiliki fungsi-fungsi sebagai kelas belajar-mengajar, sebagai unit produksi, sebagai wahana kerja sama, dan sebagai sebuah Kelompok Usaha.

Agar masyarakat dapat mengakses sumber daya, permodalan teknologi tepat guna dan pasar melalui pokmas-pokmas yang ada, Pemerintah Kabupaten Jembrana telah menetapkan dan merealisir program terobosan dengan kebijakan mengalokasikan dana pembangunan atau rutin untuk bantuan modal kerja/usaha kepada kelompok masyarakat dengan Pola Bergulir sejak TA.2000.

Untuk mewujudkan daya guna dan hasil guna program terobosan ini, Bupati menetapkan kebijakan dengan menunjuk kantor PMD sebagai penyelenggara koordinasi dengan Dinas/Badan/Kantor terkait dan sekaligus membina manajemen dari pokmas-pokmas yang ada, sementara pembinaan secara teknis dilakukan oleh Dinas/Kantor teknis terkait.

Tenaga kerja: program magang dan bursa tenaga kerja
Dalam rangka mengatasi kemiskinan dan pengangguran yang semakin bertambah di Kabupaten Jembrana serta dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia sehingga menjadi lebih terampil, berkualitas dan mampu bersaing dalam era globalisasi, maka Pemerintah Kabupaten telah mencoba mengambil sejumlah langkah, diantaranya membuka kesempatan kerja di dalam negeri melalui pembentukan koperasi profesional, membuka kesempatan kerja ke luar negeri, dan melalui pemberian alat kerja kepada kelompok-kelompok masyarakat (pokmas).

Pembukaan kesempatan kerja ke luar negeri bagi masyarakat Jembrana dilakukan antara lain melalui program pelatihan dan penempatan kerja di kapal pesiar, program pelatihan dan pemagangan kerja ke Jepang, serta program bursa tenaga kerja pada Dinas Pendaftaran Penduduk Tenaga Kerja Transmigrasi dan KB. Program pelatihan dan penempatan kerja di kapal pesiar merupakan kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Jembrana dengan pihak HRI (Hotel and Restaurant International) di Bandung. Dalam program tersebut, pendidikan dan pelatihannya dilaksanakan di Jembrana dengan biaya sepenuhnya ditanggung oleh Pemerintah Kabupaten. Pada tahun 2003 terdapat sejumlah 50 orang yang lulus seleksi untuk mengikuti program ini.

Program pelatihan dan pemagangan kerja ke Jepang dilakukan melalui kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Jembrana dengan IMM Japan dan OISCA International. Para peserta magang yang dipilih melalui seleksi yang ketat mendapatkan pelatihan terlebih dahulu selama sebulan di Baluk Negara mengenai pengenalan bahasa Jepang, budaya Jepang, dan kedisiplinan ala Jepang dan dilanjutkan dengan pelatihan selama 3 bulan di Lembang, Bandung. Biaya pelatihan dan pembiayaan lainnya sampai keberangkatan ditanggung oleh Pemerintah Kabupaten dengan sistem pengembalian kemudian setelah peserta magang melakukan magang di Jepang. Mekanisme ini dituangkan melalui Kontrak Kerja yang merupakan surat perjanjian pengembalian biaya yang dikeluarkan oleh pihak Pemerintah Kabupaten Jembrana dengan sistem cicilan selama 12 kali dan dapat ditransfer melalui rekening pihak Pemerintah Kabupaten Jembrana di Bank Pembangunan Daerah Cabang Negara. Tahun 2004, Pemerintah Kabupaten Jembrana memberangkatkan 35 orang peserta magang yang merupakan gelombang kedua dari program pemagangan kerja ke Jepang tersebut.

Selain kedua program pelatihan kerja tersebut, Pemerintah Kabupaten Jembrana juga melakukan program bursa tenaga kerja bekerja sama dengan sejumlah perusahaan. Pihak perusahaan akan memberikan informasi tenaga kerja kepada Dinas Pendaftaran Penduduk Tenaga Kerja Transmigrasi dan KB, sehingga masyarakat mendapatkan informasi lowongan kerja, serta pemerintah dapat menyiapkan tenaga kerja serta bentuk-bentuk pendidikan dan latihan yang akan diprogramkan oleh Pemerintah Kabupaten.

Dana talangan
Dana talangan pemberian gabah petani dilakukan dalam rangka mengatasi kesulitan petani terkait dengan murahnya harga gabah pada waktu musim panen raya. Program ini dilakukan dengan pola kemitraan antara Pemerintah Kabupaten, KUD dan Kelian Subak. Pemerintah Kabupaten memberikan bantuan dana kepada KUD yang kekurangan dana senilai Rp. 1.000.000.000,- dari APBD dan Rp 875 juta dari dana Pemerintah Pusat untuk membeli gabah petani melalui Kelian Subak. Selanjutnya Pemerintah Kabupaten membeli beras dari KUD untuk memenuhi kebutuhan beras PNS. Selain untuk untuk menanggulangi anjloknya harga gabah petani pada musim panen puncak, program ini juga bertujuan agar KUD sebagai lembaga pemasaran (tata niaga) beras/gabah dapat menampung gabah petani, dan menciptakan rasa agar masyarakat Jembrana lebih mencintai dan memanfaatkan produksi petani lokal. Sejumlah manfaat yang dirasakan dari keberadaan program ini antara lain adalah harga gabah petani yang tidak lagi anjlok meskipun pada saat musim panen puncak, KUD dapat lebih berperan sebagai lembaga pemasaran hasil pertanian utamanya gabah/beras karena mendapat bantuan dana dari Pemerintah Kabupaten berupa uang muka pembayaran beras bagi PNS, serta Pemerintah Kabupaten sendiri dapat memenuhi kebutuhan beras bagi PNS dilingkungannya dengan harga sesuai kesepakatan.

Upaya lainnya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Jembrana dalam memproteksi atau memberikan perlindungan kepada para petani yang merupakan mayoritas di Jembrana adalah melalui pemberian dana talangan kepada petani cengkeh untuk menanggulangi anjloknya harga cengkeh pasca panen di pasaran. Dana talangan/dana pinjaman yang dialokasikan pada tahun 2003 sebesar Rp 1 miliar kepada 9 subak abian. Bantuan biaya tersebut diperuntukkan untuk biaya petik sehingga petani tidak menjual cengkeh basah yang dimilikinya. Jumlah Dana Talangan untuk 1 kwintal cengkeh kering sama dengan 3 kwintal cengkeh basah sebesar Rp. 500.000,-.

Subsidi pembebasan pajak bumi dan bangunan (pbb)
Dalam rangka memberikan perlindungan dan stimulan kepada petani agar tetap mempertahankan lahan sawahnya dan tidak mengalihkan kepada fungsi lain maka Pemerintah Kabupaten Jembrana melakukan program pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan untuk areal pertanian. Kebijakan ini dilakukan melalui pemberian subsidi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) khusus terhadap tanah sawah di Kabupaten Jembrana. Kebijakan ini dituangkan dalam Keputusan Bupati Nomor. 207 Tahun 2003 tanggal 22 April 2003 tentang pemberian subsidi pajak bumi bangunan khusus terhadap tanah sawah di Kabupaten Jembrana pada tahun 2003 yang nilainya sebesar Rp.697.928.061,-.

Kebijakan ini merupakan salah satu kebijakan yang dikeluarkan untuk mendukung program Ketahanan Pangan di Kabupaten Jembrana. Kebijakan ini bertujuan untuk menekan alih fungsi lahan sawah menjadi lahan kering dan non pertanian. Jika pada lima tahun terakhir (tahun 1997 - 2001) rata-rata beralih fungsi sekitar 135 hektar, maka pada tahun 2002 terjadi penurunan luas lahan sawah menjadi 346 hektar, sehingga lahan sawah di Kabupaten Jembrana saat ini luasnya tinggal 7.339 hektar dari lahan semula luasnya 7.685 hektar.

EFISIENSI ANGGARAN SEBAGAI FAKTOR KUNCI KEBERHASILAN
Keberhasilan pelaksanaan program-program inovasi di Kabupaten Jembrana sangat ditentukan oleh sejumlah faktor, yakni (1) peran lembaga adat, (2) dampak program bagi masyarakat, (3) peran Bupati dalam program inovasi, (4) efisiensi dan efektivitas birokrasi, (5) budaya birokrasi, (6) pemilihan prioritas program, dan (7) aspek keberlanjutan program. Dari sejumlah faktor tersebut, efisiensi dan efektivitas birokrasi merupakan faktor yang sangat dominan dan menentukan selain tentu saja peranan yang besar dari Bupati. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan yang ada di lapangan bahwa sebagian besar program inovasi sangat berorientasi pada biaya (cost centered program) sementara kemampuan keuangan Pemerintah Kabupaten Jembrana sangat terbatas. Karenanya, strategi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana adalah melalui program efisiensi pembangunan di semua sektor dalam penyelenggaraan pemerintahan. Barangkali tidak terbayangkan secara finansial, sebuah daerah yang hanya memiliki PAD relatif kecil dapat membebaskan biaya sekolah bagi siswa sekolah negeri dari SD, SMP dan SMU serta memberikan subsidi asuransi kesehatan bagi masyarakatnya. Kemungkinan ini hanya dapat terjadi jika dilakukan efisiensi terhadap semua sektor yang merupakan intisari dari grand strategy Bupati untuk mewujudkan sebuah pemerintahan yang memiliki sifat enterpreneur (berwirausaha) melalui efisiensi kegiatan yang hasilnya digunakan untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.

Terdapat sejumlah hal/langkah yang ditempuh oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana dalam upaya efisiensi anggaran tersebut, diantaranya:

Pertama, melalui pelaksanaan proyek pengadaan barang dan jasa dengan menggunakan Tim Owner Estimate (OE). Tim OE adalah sebuah tim yang dibentuk oleh Bupati untuk memberikan second opinion terhadap nilai sebenarnya dari suatu proyek pengadaan barang dan jasa. Dengan adanya Tim OE ini dapat dilakukan efisiensi penggunaan dana dalam pelaksanaan proyek pengadaan barang dan jasa tanpa mengurangi spesifikasi dan volume dari proyek pengadaan barang dan jasa tersebut. Penggunaan Tim OE ini juga didukung oleh kebijakan Bupati untuk mensentralisasikan proyek pengadaan barang dan jasa secara terpusat di tingkat Kabupaten serta keberadaan daftar harga barang untuk belanja rutin yang diperbaharui secara berkala sesuai dengan harga yang berlaku di pasar dengan marjin harga yang paling rendah. Daftar harga tersebut dibuat melalui sebuah survei harga pada sejumlah tempat/toko dan senantiasa diperbaharui setiap 3 (tiga) bulan sekali.

Kedua, melalui program regrouping SD-SD yang rasio sekolah dengan muridnya di bawah standar (<75) secara bertahap yaitu dari 209 SD pada tahun 2000 yang kemudian di regrouping menjadi 7 SD di tahun 2001 dan di regrouping kembali menjadi 15 SD di tahun 2002, sehingga sampai tahun 2002 tersebut terdapat 22 SD yang di regrouping. Regrouping SD tersebut dilakukan dalam rangka efisiensi anggaran dan peningkatan kualitas proses belajar mengajar, Dari program regrouping tersebut dihasilkan efisiensi anggaran sebesar 3,3 milyar rupiah atau Rp. 150.000.000,- per unit SD yang di regrouping yang dimanfaatkan untuk pembiayaan lainnya seperti pembebasan SPP. Dalam beberapa kasus pembangunan fisik gedung sekolah dilakukan secara swakelola dengan melibatkan Komite Sekolah. Untuk kasus pembangunan fisik ini, Bupati senantiasa melakukan kunjungan langsung ke lokasi-lokasi sekolah untuk berdiskusi dan menilai secara langsung kebutuhan biaya riil yang diperlukan dalam pembangunan fisik gedung sekolah tersebut..

Ketiga, efisiensi menyeluruh juga dilakukan dengan mengatur penggunaan sarana dan prasarana kerja sedemikian rupa, sehingga penggantian sarana kerja hanya dilakukan jika benar-benar dibutuhkan. Misalnya saja dalam pengaturan pemakaian kendaraan dinas yang hanya dapat dipergunakan pada jam kerja (Pukul 08.00-16.00 WITA). Program pembatasan penggunaan kendaraan dinas yang dimulai bulan Juni 2004 ini dilakukan melalui mekanisme penggunaan kendaraan yang harus sesuai dengan ketentuan dan hanya digunakan untuk kepentingan dinas semata. Selain itu, efisiensi juga dilakukan melalui kebijakan untuk menyewa kendaraan sebagai kendaraan dinas dibandingkan membeli langsung kendaraan tersebut.

Dalam pelaksanaan program efisiensi tersebut tentu saja diiringi oleh keberadaan sejumlah hambatan yang menjadi tantangan bagi Pemerintah Kabupaten Jembrana untuk mengatasinya. Hambatan ini terjadi sebagai akibat dari persinggungan paradigma efisiensi yang dimiliki oleh Bupati dengan pola pikir lama sejumlah aparat. Efisiensi berdampak negatif terhadap ”pendapatan sampingan” aparat pemda sehingga secara laten menimbulkan resistensi, termasuk dalam proses pengadaan barang dan jasa. Karenanya proses penyamaan persepsi antara Bupati yang memiliki paradigma baru dengan segenap jajarannya akan sangat menunjang dalam pencapaian efisiensi anggaran yang diinginkan.

Dalam kasus lainnya, program efisiensi yang memotong banyak jalur birokrasi sangat berpotensi menimbulkan ”api dalam sekam” jika tidak diikuti oleh perbaikan sistem insentif pegawai yang memadai. Indikasi resistensi di dalam birokrasi Pemerintah Daerah di Kabupaten Jembrana dapat dilihat dari masih tingginya angka pelanggaran disiplin pegawai. Pada tahun 2003 tercatat 308 orang dijatuhi hukum disiplin tingkat ringan, 11 orang hukuman disiplin tingkat sedang, dan 8 orang disiplin tingkat berat. Untuk mengurangi resistensi tersebut diterapkan sistem insentif tahunan yang diberikan secara merata kepada seluruh pegawai di lingkungan Pemerintah Kabupaten Jembrana sebesar Rp. 1.000.000,- per pegawai. Insentif tahunan tersebut diberikan dalam rangka meningkatkan disiplin, kreativitas, dan produktivitas kerja aparatur. Dalam bahasa aparat Pemda Jembrana, pada saat ini tidak terdapat lagi pembedaan antara ”tempat basah dan kering”.

PENUTUP
Dari sejumlah paparan diatas dapat disimpulkan bahwa kunci semua keberhasilan dalam pelaksanaan program-program inovasi di Kabupaten Jembrana adalah adanya komitmen Pemerintah Kabupaten Jembrana khususnya Bupati untuk selalu meningkatkan perbaikan pelayanan masyarakat dan efisiensi penggunaan anggaran dalam semua sektor pembangunan. Program efisiensi anggaran menjadi begitu pentingnya mengingat kemampuan keuangan yang terbatas dari Pemerintah Kabupaten Jembrana dalam membiayai program-program inovasi yang cenderung cost centered tersebut. Karenanya, dalam pembiayaan program-program inovasi sangat tergantung dari keberhasilan Pemerintah Kabupaten Jembrana dalam melakukan efisiensi penggunaan anggaran di semua sektor pembangunan. Hasil efisiensi tersebut untuk selanjutnya akan digunakan untuk mensubsidi program-program inovasi yang ada.

Menyadari kemampuan keuangan Daerah yang terbatas tersebut, Pemerintah Kabupaten Jembrana dituntut untuk memiliki strategi dengan mengarahkan program inovasi untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dengan mengurangi subsidi. Dalam bidang pendidikan misalnya, harus ada strategi subsidi silang (cross subsidy) dari siswa dengan tingkat ekonomi yang lebih tinggi kepada siswa dengan tingkat ekonomi yang lemah. Dalam bidang kesehatan, subsidi JKJ harus dapat diganti dengan premi yang dibayarkan sendiri oleh masyarakat. Untuk itu, Pemahaman dan penerimaan masyarakat terhadap program menjadi penting, karena dalam jangka panjang program-program tersebut diarahkan untuk menciptakan kemandirian masyarakat. Sehingga bantuan pendidikan, kesehatan dan dana bergulir misalnya, hanya merupakan stimulus untuk menuju kemitraan antara masyarakat dan pemerintah dalam pembiayaan pendidikan, kesehatan dan peningkatan daya beli. Sebaliknya, pemahaman masyarakat yang salah terhadap pembebasan iuran sekolah dapat menyebabkan keterlepasan tanggung jawab dan ketergantungan orang tua terhadap pemerintah dalam pendidikan anak.

DAFTAR PUSTAKA
Prasojo, Eko, Teguh Kurniawan dan Azwar Hasan., 2004., Reformasi Birokrasi dalam Praktek: Kasus di Kabupaten Jembrana., Depok: Pusat Kajian Pembangunan Administrasi Daerah dan Kota FISIP UI

______________., 2004., “Peran Kepemimpinan dalam Program Inovasi Daerah: Studi Kasus Kabupaten Jembrana”., Bisnis & Birokrasi., Volume XII/Nomor 3/September 2004., Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI

Winasa, I Gede., 2004., “Peningkatan Pelayanan Publik dan Efisiensi Birokrasi di Kabupaten Jembrana”., makalah., Seminar Sehari Kreativitas dan Inovasi Daerah dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah Menuju Tata Pemerintahan yang Baik., Jakarta 13 Juli 2004

http://www.jembrana.go.id/

* Staf Pengajar Tetap Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI, Manajer Eksekutif Selo Soemardjan Research Center
** Staf Pengajar Tetap Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI
*** Staf Pengajar Tidak Tetap Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI, Local Government Specialist pada Center for Local Government Innovation (CLGI)/Yayasan Inovasi Pemerintahan Daerah (YIPD)

Tulisan ini dimuat dalam Administrasi Publik, Vol. V, No. 2, Maret-Agustus 2005, pp 177-189, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

Wednesday, March 15, 2006

The Role of Leadership in Local Innovation Program (2004) Indonesian Version

Peran Kepemimpinan dalam Program Inovasi Daerah:
Studi Kasus Kabupaten Jembrana


Oleh:
Dr. Eko Prasojo, Mag.rer.publ.
Drs. Teguh Kurniawan, MSc
Drs. Azwar Hasan, MEPA

1. Latar Belakang

Inovasi bagi sebuah Pemerintahan Daerah merupakan suatu keharusan dalam upaya mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat dan daerahnya. Telah begitu banyak contoh yang dapat kita lihat mengenai inovasi program yang terbukti mampu membawa kemajuan bagi sebuah daerah yang sebelumnya terbelakang menjadi daerah yang maju secara ekonomi dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Hal ini dapat kita lihat misalnya dari pengalaman Prefektur Oita di Jepang yang melakukan inovasi program di tahun 1979 melalui Gerakan ”One Village One Product” (OVOP) yang terbukti mampu mengubah Oita yang sebelumnya terbelakang secara ekonomi menjadi sebuah daerah yang sukses secara ekonomi (CCLAD, 2000). Tentu saja inovasi yang dilakukan oleh Pemerintah Prefektur Oita tersebut tidak begitu saja terjadi, melainkan melalui sebuah proses dan tahapan pelaksanaan yang cukup panjang serta didasarkan atas sejumlah filosofi dasar dan strategi program yang dirancang dengan baik.

Merujuk kepada pengalaman dari Prefektur Oita tersebut dan kerangka teori yang ada, sebuah inovasi adalah merupakan proses yang dimulai dengan keinginan untuk menjadi lebih baik yang kemudian dilanjutkan dengan usaha untuk mewujudkannya dan membuatnya berjalan dengan baik. Inovasi sangat terkait dengan penemuan (invention), dimana secara umum inovasi muncul dari sebuah proses trial and error dan bukan dari sebuah perencanaan besar (Tabor, 2002).

Untuk kasus Indonesia, selama kurun waktu tiga tahun terakhir semenjak diberlakukannya UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, kita dapat mengetahui sejumlah inovasi program yang telah dan sedang dilakukan oleh sejumlah Pemerintahan Daerah. Sebut saja inovasi program yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Banjarnegara melalui Pembenahan Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banjarnegara, Kabupaten Deli Serdang melalui Pembentukan LEPP-M3 (Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina) sebagai Upaya Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir serta melalui Pengembangan Kerjasama Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Saluran Irigasi yang Partisipatif, Kabupaten Gianyar melalui Program Gianyar Sejahtera (PGS), dan Kabupaten Sumba Timur melalui Pelatihan Aparatur Pemerintahan Desa (Apkasi, 2003) serta Kabupaten Jembrana melalui sejumlah inovasi programnya yang secara khusus menjadi obyek dari laporan ini.

Dari sejumlah inovasi program yang saat ini dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana dan juga Pemerintah Kabupaten/Kota lainnya, terdapat sejumlah pertanyaan mendasar terkait dengan pelaksanaan inovasi program tersebut. Pertanyaan-pertanyaan tersebut berkisar kepada pertanyaan seputar detail informasi mengenai inovasi program yang dilakukan serta sejauhmana inovasi program tersebut adalah benar-benar dapat dikatakan sebagai sebuah inovasi yang telah memenuhi sejumlah kriteria (indikator) tertentu dan menjadi best practices yang dapat menjadi pelajaran (lessons learned) dan contoh bagi Pemerintah Daerah lainnya.

2. Metodologi

Kajian ini berusaha untuk dapat menggambarkan secara komprehensif jawaban dari sejumlah pertanyaan penelitian yang diajukan terkait dengan pelaksanaan inovasi program yang dilaksanakan di Kabupaten Jembrana, yakni mengenai detail informasi tentang inovasi program yang dilakukan serta sejauhmana inovasi program tersebut benar-benar dapat dikatakan sebagai sebuah inovasi yang memenuhi sejumlah kriteria (indikator) dan menjadi best practices yang dapat menjadi pelajaran (lessons learned) dan contoh bagi Pemerintah Daerah lainnya. Untuk itu, kombinasi dari sejumlah pendekatan telah dilakukan agar gambaran komprehensif yang diinginkan tersebut dapat tercapai.

Pendekatan pertama dilakukan dalam mengidentifikasi dan memetakan inovasi program yang ada di Kabupaten Jembrana, yaitu dengan mencari informasi mengenai inovasi program tersebut melalui publikasi dan dokumentasi resmi yang terkait dengan inovasi program yang telah dilakukan, wawancara/diskusi dengan pihak pemerintah Kabupaten Jembrana dan masyarakat, pengamatan langsung di lapangan, pemberitaan media massa serta informasi yang relevan dan terpercaya lainnya.

Pendekatan kedua dilakukan dalam mengelompokan inovasi program yang ada di Kabupaten Jembrana dengan menggunakan indikator-indikator tertentu seperti locus (internal dan eksternal institusi pemerintah daerah), focus (berkenaan dengan proses pelayanan, peningkatan kapasitas aparat, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan sebagainya), objektif (efektiftas dan efisiensi organisasi pemerintah daerah, penanganan permasalahan sosial ekonomi masyarakat, dan sebagainya), serta metode pelaksanaan (melibatkan partisipasi masyarakat, terbatas pada aparat pemerintah daerah dan sebagainya).

Pendekatan ketiga dilakukan dalam menganalisis inovasi program yang ada di Kabupaten Jembrana melalui tiga tahapan analisis, yakni:

Tahap I, inovasi program dinilai dengan menggunakan indikator-indikator program best practices. Karakateristik program best practices didasarkan pada teori dan pengalaman yang berkembang saat ini. Penilaian best practices didasarkan atas standar-standar umum yang telah ditetapkan. Dalam metode penilaian tersebut digunakan metode kualitatif yang dikuantitatifkan yaitu melalui perangkat kuesioner yang disebarkan kepada sejumlah masyarakat. Kuesioner tersebut dijabarkan dari indikator-indikator best practices untuk menilai persepsi masyarakat terhadap sejumlah inovasi program terpilih dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan perekonomian. Selain itu, penilaian best practices dipertajam dengan penggunaan penilaian skala likert dalam menilai persepsi kelompok diskusi terarah (FGD) terhadap pelaksanaan dari inovasi program terpilih tersebut.

Tahap II, kesimpulan terhadap hasil penilaian tersebut didasarkan pada persentase dan jumlah skor yang diperoleh. Disamping itu, untuk mengakomodasi indikator lain yang tidak termasuk dalam indikator penilaian tersebut serta untuk menghindari bias statistik/kuantitatif dalam pengambilan kesimpulan maka digunakan pula pendekatan seperti wawancara mendalam dan Focus Group Discussion (FGD) untuk mengambil kesimpulan yang bersifat valid.

Tahap III, hasil kesimpulan kemudian dianalisis secara deskriptif. Dalam analisis tersebut dipaparkan tentang performance dari sejumlah inovasi program terpilih tersebut.

Pendekatan keempat dilakukan dalam memberikan rekomendasi mengenai strategi dan tindak lanjut dari pengembangan inovasi program yang mencakup institusionalisasi dan keberlanjutan program serta replikasinya untuk daerah lain.

3. Kerangka Teori

Best Practices oleh UN Habitat dalam konteks kehidupan perkotaan didefinisikan sebagai inisiatif yang telah menghasilkan kontribusi menonjol (outstanding contributions) dalam meningkatkan kualitas kehidupan baik di kota-kota maupun masyarakat umum lainnya Elaborasi lebih lanjut terhadap definisi tersebut dilakukan oleh UN sebagai inisiatif yang telah terbukti sukses, yakni: (Dubai Municipality, 2003).

C Memiliki dampak yang dapat ditunjukkan dan didemonstrasikan dalam meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
C Merupakan hasil dari kerjasama yang efektif antara sektor publik, sektor swasta dan masyarakat madani; serta
C Berkelanjutan secara sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan

Dari definisi menurut UN tersebut dapat dilihat bahwa penekanan best practices terletak pada kontribusi menonjol (outstanding contributions) dari sebuah inisiatif dalam meningkatkan “kualitas kehidupan” masyarakat serta adanya bukti nyata suksesnya inisiatif tersebut dilihat dari dampak, proses, dan keberlanjutannya.

Sebagai sebuah instrumen, best practices diperkenalkan dan digunakan oleh UN sebagai alat untuk meningkatkan kualitas kebijakan publik yang didasarkan atas apa yang terjadi di lapangan; meningkatkan kepedulian para pengambil kebijakan dan masyarakat umum terhadap solusi potensial dari masalah bersama di bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan; serta dalam upaya membagi dan mentransfer pengetahuan, keahlian dan pengalaman melalui sebuah jaringan kerjasama dan pembelajaran berantai (peer to peer learning).

Dengan alasan tersebut dan kemungkinan bagi sebuah inovasi program untuk direplikasikan di Daerah lain, maka instrumen best practices dipilih untuk digunakan dalam menilai inovasi program yang ada dan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana. Penilaian dilakukan dengan menggunakan sejumlah kriteria best practices yang menurut UN terdiri atas:

1. Dampak (impact), sebuah best practices harus menunjukkan sebuah dampak positif dan dapat dilihat (tangible) dalam meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan tidak beruntung
2. Kemitraan (partnership), sebuah best practices harus didasarkan pada sebuah kemitraan antara aktor-aktor yang terlibat. Setidaknya melibatkan dua pihak
3. Keberlanjutan (sustainability), sebuah best practices harus membawa perubahan dasar dalam wilayah permasalahan berikut:
C Legislasi, kerangka pengaturan oleh hukum atau standar formal yang menghargai isu-isu dan masalah yang dihadapi
C Kebijakan sosial dan atau strategi sektoral di daerah yang memiliki potensi bagi adanya replikasi dimanapun
C Kerangka institusional dan proses pembuatan kebijakan yang memiliki kejelasan peran dan tanggung jawab bagi beragam tingkatan dan kelompok aktor seperti pemerintah pusat dan daerah, LSM, dan organisasi masyarakat
C Efisien, transparan, dan sistem manajemen yang akuntabel yang dapat membuat lebih efektif penggunaan sumber daya manusia, teknik dan keuangan
4. Kepemimpinan dan pemberdayaan masyarakat (leadership & community empowerment), yakni:
C Kepemimpinan yang menginspirasikan bagi adanya tindakan dan perubahan, termasuk didalamnya perubahan dalam kebijakan publik
C Pemberdayaan masyarakat, rukun tetangga dan komunitas lainnya serta penyatuan terhadap kontribusi yang dilakukan oleh masyarakat tersebut
C Penerimaan dan bertanggung jawab terhadap perbedaan sosial dan budaya
C Kemungkinan bagi adanya transfer (transferability), pengembangan lebih lanjut dan replikasi
C Tepat bagi kondisi lokal dan tingkatan pembangunan yang ada
5. Kesetaraan Gender dan Pengecualian social (gender equality & social inclusion), yakni inisiatif haruslah dapat diterima dan merupakan respon terhadap perbedaan sosial dan budaya; mempromosikan kesetaraan dan keadilan sosial atas dasar pendapatan, jenis kelamin, usia, dan kondisi fisik/mental; serta mengakui dan memberikan nilai terhadap kemampuan yang berbeda
6. Inovasi dalam konteks lokal dan dapat ditransfer (innovation within local context & transferability), yakni bagaimana pihak lain dapat belajar atau memperoleh keuntungan dari inisiatif, serta cara yang digunakan untuk membagi dan mentransfer pengetahuan, keahlian dan pelajaran untuk dapat dipelajari tersebut

4. Hasil Temuan Program Inovasi

Dari hasi pengamatan yang dilakukan di lapangan, terlihat bahwa inovasi program yang ada di Kabupaten Jembrana lebih didominasi oleh program yang memiliki locus atau tempat pelaksanaan program yang berada di luar institusi Pemerintah Kabupaten dibandingkan dengan program yang dilaksanakan di dalam institusi Pemerintah Kabupaten Jembrana. Hal ini dapat dilihat dari 24 (dua puluh empat) jenis program yang sejauh ini dapat kami catat keberadaannya, dimana 18 (delapan belas) jenis diantaranya merupakan program yang memiliki locus di luar institusi Pemerintah Kabupaten dan hanya 6 (enam) jenis program saja yang berada di dalam institusi Pemerintah Kabupaten.

Apabila dilihat dari fokus-nya, maka program-program yang ada dapat dikelompokkan kedalam sejumlah kategori yang terkait dengan proses pelayanan, peningkatan kapasitas aparat Pemerintah Kabupaten, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan kategori tersebut, 4 (empat) program terkait dengan proses pelayanan; 7 (tujuh) program terkait dengan peningkatan kapasitas aparat Pemerintah Kabupaten, dan 13 (tiga belas) program terkait dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Dilihat dari objektif yang ingin dicapainya, maka program-program yang ada dapat dibagi kedalam kelompok program yang terkait dengan efektivitas dan efisiensi organisasi/aparat Pemerintah Kabupaten serta penanganan permasalahan-permasalahan sosial dan ekonomi masyarakat. Berdasarkan pengelompokkan tersebut, terdapat 8 (delapan) jenis program yang terkait dengan efektivitas dan efisiensi organisasi/aparat Pemerintah Kabupaten, serta 16 (enam belas) jenis program yang terkait dengan penanganan permasalahan-permasalahan sosial dan ekonomi masyarakat.

Sementara itu, dilihat dari metode pelaksanaannya, maka program-program yang ada dapat dibagi kedalam kategori program yang dalam pelaksanaannya melibatkan partisipasi masyarakat serta program yang terbatas pada aparat Pemerintah Kabupaten saja. Berdasarkan kategori tersebut tercatat 18 (delapan belas) program yang dalam pelaksanaannya melibatkan partisipasi masyarakat serta 6 (enam) program yang terbatas padaaparat Pemerintah Kabupaten saja.

5. Analisis Program Inovasi

Dari hasil temuan lapangan, program-program inovasi yang dilaksanakan di Kabupaten Jembrana memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut dan direplikasikan di daerah lain. Pada dasarnya beberapa program inovasi tersebut sudah diterapkan di daerah-daerah lain. Bahkan program dana bergulir dan program pelayanan umum satu atap sudah menjadi program nasional. Berikut ini akan dianalisis kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh program inovasi di Kabupaten Jembrana. Analisis akan didasarkan pada beberapa fokus faktor yaitu: (1) Peran lembaga adat, (2) Dampak program bagi masyarakat, (3) Peran Bupati dalam program inovasi, (4) Efisiensi dan efektivitas Birokrasi, (5) Budaya Birokrasi, (6) Pemilihan Prioritas, dan (7) Aspek keberlanjutan program.

5.1. Peran Lembaga Adat dan organisasi lokal lainnya

Salah satu kekuatan yang dimiliki oleh Kabupaten Jembrana khususnya, dan Propinsi Bali pada umumnya adalah struktur ganda organisasi pemerintahan masyarakat desa, yaitu organisasi formal pemerintah (lurah, camat) dan organisasi adat (desa adat). Jika struktur formal pemerintah melahirkan norma hukum negara, maka struktur organisasi adat melahirkan norma hukum adat (awig-awig). Dalam pelaksanaan berbagai macam program pemerintah, kedua struktur ini menciptakan sinergi. Khususnya dalam pelaksanaan program dana bergulir, desa adat sangat berperan dalam sanksi dan kontrol sosial terhadap pengembalian dana pinjaman dari pemerintah. Dalam SK Bupati tentang dana bergulir, desa adat juga berkewajiban melakukan bantuan pembinaan kepada POKMAS di lingkungannya. Keterlibatan dan tanggung jawab desa adat (dalam hal ini kepala dusun dan kepala desa) baik dalam tahap pembentukan POKMAS, Persiapan proposal, pengajuan permohonan, pemanfaatan dana, dan pengembalian dana bergulir terlembaga dalam program dana bergulir.

5.2. Dampak Program

Keseluruhan program inovasi yang dilaksanakan di Kabupaten Jembrana dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan masyarakat. Ketiga program inovasi unggulan, yaitu pendidikan, kesehatan dan peningkatan daya beli masyarakat merupakan realisasi peningkatan kesejahteraan. Sedangkan program inovasi perbaikan struktur dan proses birokrasi secara nyata merupakan realisasi dalam rangka peningkatan pelayanan masyarakat. Indikator-indikator keberhasilan dalam program inovasi pendidikan antara lain semakin luasnya pemerataan kesempatan pendidikan, menurunnya angka drop out, meningkatnya angka partisipasi kasar dan murni, meningkatnya angka melanjutkan sekolah dan angka rata-rata UAN dan kelulusannya. Dalam bidang kesehatan dampak positif program dapat dilihat dari indikator menurunnya angka Bed Occupation Ratio (BOR) di Rumah Sakit Umum Negara, meningkatnya angka kunjungan berobat ke PPK-1, dan menurunnya angka kematian bayi. Indikator keberhasilan dalam program dana bergulir dapat dilihat dari berkurangnya jumlah KK miskin, meningkatnya total PDRB daerah dan PDRB perkapita. Dalam bidang pelayanan, keberhasilan program dapat dilihat dari semakin cepatnya pelayanan perizinan, peningkatan kedisiplinan pegawai dan efisiensi penggunaan dana APBD.

Secara politik keberhasilan-keberhasilan tersebut meningkatkan kepercayaan dan akseptansi masyarakat terhadap pemerintah daerah. Secara regional keberhasilan program di Kabupaten Jembrana akan memberikan multiplier effect dan best practices kepada daerah sekitarnya. Transaksi jual beli antar daerah di Bali dan luar Bali semakin meningkat. Kompetisi antar daerah untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat semakin kuat. Sedangkan secara nasional, keberhasilan program inovasi di Kabupaten Jembrana memberikan motivasi kepada daerah-daerah lain untuk melakukan hal serupa.

Meskipun demikian, terdapat sejumlah kritik terhadap berbagai program inovasi yang dilakukan di Kab. Jembrana. Kritik utama adalah bahwa beberapa program inovasi sangat berorientasi pada biaya (cost centered program). Dalam bidang pendidikan misalnya, dengan keterbatasan kemampuan dana pemerintah, pembebasan iuran sekolah dalam jangka panjang akan menyebabkan ketidakmandirian masyarakat dan sekolah. Program bebas iuran sekolah juga tidak menganut prinsip keadilan vertikal, dimana semua siswa tanpa memperhatikan kondisi ekonomi menikmati bantuan yang sama. Kondisi ini juga terjadi dalam bidang kesehatan.

5.3. Dominasi Peran Bupati Dalam Program Inovasi

Dalam struktur masyarakat Bali yang berkharakter ”patron client” dan cenderung homogen, maka dominasi peran Bupati dalam penentuan prioritas dan pelaksanaan program sangatlah penting. Dominasi peran dan komitmen Bupati untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat merupakan sinergi sebagai faktor kunci keberhasilan program inovasi di Kabupaten Jembrana. Perubahan pola pikir dan budaya aparat birokrasi sedikit banyak dipengaruhi oleh kepemimpinan Bupati. Sehingga, dominasi peran dan komitmen Bupati memiliki korelasi positif terhadap motivasi aparat untuk melakukan perubahan. Kemampuan Bupati untuk memobilisasi dukungan aparat dalam program inovasi merupakan keniscayaan. Bahkan dalam banyak hal, keberlanjutan program inovasi di Kabupaten Jembrana sangat ditentukan oleh figur dan kepemimpinan Bupati pada periode yang akan datang.

Dalam masa transisi, keterlibatan penuh Bupati dalam menentukan program dan kegiatan pembangunan, termasuk menentukan ukuran dan material bangunan, merupakan upaya pembelajaran makna efisiensi dan effektivitas kepada aparat pemerintah daerah. Akan tetapi, dalam jangka panjang ”pola manajemen yang sentralistis” ini akan melumpuhkan kreativitas human capital. Fungsi organisasi juga tidak berjalan semestinya oleh karena dominasi peran Bupati, termasuk dalam hal-hal yang bersifat teknis.

5.4. Efisiensi dan Efektivitas Program Inovasi

Keberhasilan program inovasi di Kabupaten Jembrana sangat didukung oleh program efisiensi secara keseluruhan yang dilakukan oleh Bupati dan aparatnya. Dapat dipahami bahwa dengan keterbatasan sumber dana, maka hanya melalui program efisiensi program-program inovasi dapat dilaksanakan. Langkah efisiensi di Kabupaten Jembrana dilakukan antara lain melalui pembentukan tim owner estimate yang bertugas memberikan second opinion (second price) kepada Bupati dalam pengadaan barang dan jasa. Pengadaan barang dan jasa dilakukan secara terpusat. Daftar harga barang untuk Belanja Rutin diperbaharui secara berkala sesuai dengan harga yang berlaku di pasar dengan marjin harga yang paling rendah. Dalam beberapa kasus pembangunan fisik dilakukan secara swakelola. Khusus untuk bidang pendidikan, pembangunan fisik gedung sekolah melibatkan Komite Sekolah.

Efisiensi menyeluruh juga dilakukan dengan mengatur penggunaan sarana dan prasaran kerja sedemikian rupa, sehingga penggantian sarana kerja hanya dilakukan jika benar-benar dibutuhkan. Misalnya saja dalam pengaturan pemakaian kendaraan dinas yang hanya dapat dipergunakan pada jam kerja (jam 08.00-14.00). Semua upaya efisiensi yang dilakukan di Kabupaten Jembrana pada dasarnya merupakan aplikasi dari semangat pemerintahan yang berwirausaha (enterpreneur government).

Paradigma efisiensi ini sedikit banyaknya akan bersinggungan dengan pola pikir lama sejumlah aparat. Efisiensi berdampak negatif terhadap ”pendapatan sampingan” aparat pemda sehingga secara laten menimbulkan resistensi, termasuk dalam proses pengadaan barang dan jasa. Karenanya proses penyamaan persepsi antara Bupati yang memiliki paradigma baru dengan segenap jajarannya akan sangat menunjang dalam pencapaian efisiensi anggaran yang diinginkan. Untuk mengurangi resistensi tersebut diterapkan sistem insentif tahunan yang diberikan secara merata. Dalam bahasa aparat Pemda Jembrana, pada saat ini tidak terdapat lagi pembedaan antara ”tempat basah dan kering”.

5.5. Budaya Birokrasi

Perubahan organisasi pemda yang cepat harus diikuti oleh perubahan paradigma kepala daerah dan aparatnya. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan terdapatnya kesenjangan antara pola pikir wirausaha Bupati dengan pola pikir birokrat dari aparat. Masalah ini akan kontraproduktif jika tidak terdapat mekanisme komunikasi pimpinan dan aparat untuk menyatukan persepsi. Karena itu diperlukan perubahan budaya organisasi secara keseluruhan dari budaya organisasi birokrasi menuju budaya organisasi enterpreneurship. Di Kabupaten Jembrana hal ini dilakukan antara lain melalui aplikasi sistem presensi pegawai dengan Handkey, dimana perilaku pegawai menjadi disiplin. Dalam bidang pelayanan perijinan, budaya red tape birokrasi dikurangi melalui aplikasi sistem pelayanan satu atap yang mengurangi intervensi dan interaksi langsung antara pihak pemohon izin dengan pihak pemberi izin. Batas waktu pemberian perizinan menjadi lebih singkat dan terstandarisasi. Perubahan budaya organisasi juga dapat dilihat dalam pemakaian kendaraan dinas. Diluar jam kerja atau pada hari libur, kendaraan dinas hanya dapat dipergunakan dengan izin Sekretaris Daerah.

5.6. Pemilihan Prioritas

Pemilihan prioritas program inovasi disesuaikan dengan visi dan misi yang akan dicapai oleh Kabupaten Jembrana yang juga didasarkan pada indikator Human Development Index (HDI). Program inovasi yang dilakukan oleh Pemda memiliki tingkat penerimaan yang tinggi oleh masyarakat. Penerimaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa program yang dilakukan sangat sesuai dengan kebutuhkan mendasar masyarakat. Dalam perspektif pembangunan, ketiga program unggulan yaitu pendidikan, kesehatan dan peningkatan daya beli merupakan satu kesatuan yang terkait. Hal ini sinergis dengan adanya perubahan di dalam struktur dan proses organisasi.

5.7.. Aspek keberlanjutan program

Program-program inovasi di Kabupaten Jembrana tidak bisa dipisahkan dari dominasi peran, komitmen dan figur Bupati. Kenyataan ini positif untuk mendorong terjadinya perubahan di Kabupaten Jembrana. Pada sisi yang lain, hal ini juga menimbulkan kekhawatiran apakah program-program inovasi tersebut dapat berlanjut apabila Bupati terpilih pada masa yang akan datang tidak memiliki komitmen serupa. Sampai saat ini program-program inovasi tersebut belum memiliki kerangka hukum yang mengikat dalam bentuk Peraturan Daerah. Dari aspek pembiayaan, keterbatasan PAD dan ketergantungan pada sumber penerimaan dari pemerintah pusat juga menimbulkan tanda tanya terhadap keberlanjutan program-program inovasi.

6. Kesimpulan dan Penutup

Beberapa hal yang dapat ditarik sebagai kesimpulan dalam program inovasi di Kabupaten Jembrana adalah:

(1) Political will and commitment dari Kepala Daerah untuk melaksanakan program. Dimulai dengan membangun kesamaan visi, misi dan tujuan dengan aparat birokrasi, kepercayaan dan keterlibatan birokrasi dalam pelaksanaan program sangat menentukan. Artinya kemauan dan komitmen politik dari Bupati saja tidak cukup tanpa dukungan dan motivasi aparat birokrasi untuk melaksanakan program tersebut. Apalagi jika terdapat sejumlah orang dalam internal birokrasi yang kontraproduktif terhadap gagasan dan pelaksanaan program.

(2) Kemampuan Kepala Daerah beserta aparat untuk melibatkan organisasi lokal seperti lembaga dan tokoh adat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan pihak-pihak terkait lainnya dalam penyusunan prioritas juga dalam pelaksanaan program. Dengan keterlibatan semua pihak dalam program, akan meningkatan dukungan politik, motivasi dan penerimaan masyarakat terhadap program. Struktur sosial dan budaya lokal yang akomodatif, merupakan faktor penguat keberhasilan program.

(3) Pelajaran yang dapat diambil dari Jembrana adalah program efisiensi pembangunan di semua sektor. Barangkali tidak terbayangkan secara finansial, sebuah daerah yang hanya memiliki PAD 2,4 Milyar pada tahun 2001, 5 Milyar pada tahun 2002 dan 11 Milyar pada tahun 2003 dapat membebaskan biaya sekolah bagi siswa sekolah negeri dari SD, SMP dan SMA. Kemungkinan ini hanya dapat terjadi jika dilakukan efisiensi terhadap semua sektor. Untuk itu, disamping komitmen terhadap efisiensi, perlu dibuat grand strategy seperti mekanisme kontrol harga dalam pembelanjaan barang dan pembelanjaan yang seminal mungkin (prinsip kewirausahaan dalam pemerintahan)

(4) Pemilihan prioritas program. Di banyak daerah, pembangunan pendidikan seringkali terabaikan dan kalah oleh pembangunan fisik lainnya. Dengan kata lain, pembangunan non fisik seperti pendidikan, kesehatan dan peningkatan daya belu masyarakat belum menjadi prioritas bagi kebanyakan daerah. Di Kabupaten Jembrana, hal itu menjadi lain. Dengan berpedoman kepada Human Development Index (HDI), Kepala Daerah menjadikan program pendidikan, kesehatan dan peningkatan daya beli masyarakat sebagai prioritas pembangunan. Keberhasilan program-program inovasi ini sangat mudah dipahami, karena bidang-bidang tersebut merupakan bidang yang sangat dekat dan dibutuhkan oleh masyarakat.



Refererensi

Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI)., 2003., Best Practices Anggota APKASI 2003., Jakarta

Center for City and Local Administrative Development Studies (CCLADS)., 2000., Local Community Development: Learning from One Village One Product Experience of the Oita Prefectural Government., Depok

Dubai Municipality., 2003., “Dubai International Award for Best Practices to Improve the Living Environment”., Submission Guide and Reporting Format for the Year 2004.

International City/County Management Association (ICMA)., tanpa tahun., Mendokumentasikan Best Practice dan Memfasilitasikan Penyampaiannya., Jakarta

Tabor, John., 2002., “Pentingnya Inovasi Pemerintahan Daerah”., Inovasi CLGI., Edisi I Oktober – Desember 2002

Winasa, I Gede., 2004., “Peningkatan Pelayanan Publik dan Efisiensi Birokrasi di Kabupaten Jembrana”., makalah., Seminar Sehari Kreativitas dan Inovasi Daerah dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah Menuju Tata Pemerintahan yang Baik., Jakarta 13 Juli 2004

http://www.bestpractices.org/

http://www.inovasipemda.com/

http://www.innovation.cc/

http://www.jembrana.go.id/

http://www.kompas.com

Tulisan ini dimuat dalam Bisnis & Birokrasi, Vol. XII, No. 3 September 2004, pp 52-60