Publications with Team

Wednesday, March 15, 2006

The Role of Leadership in Local Innovation Program (2004) Indonesian Version

Peran Kepemimpinan dalam Program Inovasi Daerah:
Studi Kasus Kabupaten Jembrana


Oleh:
Dr. Eko Prasojo, Mag.rer.publ.
Drs. Teguh Kurniawan, MSc
Drs. Azwar Hasan, MEPA

1. Latar Belakang

Inovasi bagi sebuah Pemerintahan Daerah merupakan suatu keharusan dalam upaya mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat dan daerahnya. Telah begitu banyak contoh yang dapat kita lihat mengenai inovasi program yang terbukti mampu membawa kemajuan bagi sebuah daerah yang sebelumnya terbelakang menjadi daerah yang maju secara ekonomi dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Hal ini dapat kita lihat misalnya dari pengalaman Prefektur Oita di Jepang yang melakukan inovasi program di tahun 1979 melalui Gerakan ”One Village One Product” (OVOP) yang terbukti mampu mengubah Oita yang sebelumnya terbelakang secara ekonomi menjadi sebuah daerah yang sukses secara ekonomi (CCLAD, 2000). Tentu saja inovasi yang dilakukan oleh Pemerintah Prefektur Oita tersebut tidak begitu saja terjadi, melainkan melalui sebuah proses dan tahapan pelaksanaan yang cukup panjang serta didasarkan atas sejumlah filosofi dasar dan strategi program yang dirancang dengan baik.

Merujuk kepada pengalaman dari Prefektur Oita tersebut dan kerangka teori yang ada, sebuah inovasi adalah merupakan proses yang dimulai dengan keinginan untuk menjadi lebih baik yang kemudian dilanjutkan dengan usaha untuk mewujudkannya dan membuatnya berjalan dengan baik. Inovasi sangat terkait dengan penemuan (invention), dimana secara umum inovasi muncul dari sebuah proses trial and error dan bukan dari sebuah perencanaan besar (Tabor, 2002).

Untuk kasus Indonesia, selama kurun waktu tiga tahun terakhir semenjak diberlakukannya UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, kita dapat mengetahui sejumlah inovasi program yang telah dan sedang dilakukan oleh sejumlah Pemerintahan Daerah. Sebut saja inovasi program yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Banjarnegara melalui Pembenahan Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banjarnegara, Kabupaten Deli Serdang melalui Pembentukan LEPP-M3 (Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina) sebagai Upaya Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir serta melalui Pengembangan Kerjasama Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Saluran Irigasi yang Partisipatif, Kabupaten Gianyar melalui Program Gianyar Sejahtera (PGS), dan Kabupaten Sumba Timur melalui Pelatihan Aparatur Pemerintahan Desa (Apkasi, 2003) serta Kabupaten Jembrana melalui sejumlah inovasi programnya yang secara khusus menjadi obyek dari laporan ini.

Dari sejumlah inovasi program yang saat ini dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana dan juga Pemerintah Kabupaten/Kota lainnya, terdapat sejumlah pertanyaan mendasar terkait dengan pelaksanaan inovasi program tersebut. Pertanyaan-pertanyaan tersebut berkisar kepada pertanyaan seputar detail informasi mengenai inovasi program yang dilakukan serta sejauhmana inovasi program tersebut adalah benar-benar dapat dikatakan sebagai sebuah inovasi yang telah memenuhi sejumlah kriteria (indikator) tertentu dan menjadi best practices yang dapat menjadi pelajaran (lessons learned) dan contoh bagi Pemerintah Daerah lainnya.

2. Metodologi

Kajian ini berusaha untuk dapat menggambarkan secara komprehensif jawaban dari sejumlah pertanyaan penelitian yang diajukan terkait dengan pelaksanaan inovasi program yang dilaksanakan di Kabupaten Jembrana, yakni mengenai detail informasi tentang inovasi program yang dilakukan serta sejauhmana inovasi program tersebut benar-benar dapat dikatakan sebagai sebuah inovasi yang memenuhi sejumlah kriteria (indikator) dan menjadi best practices yang dapat menjadi pelajaran (lessons learned) dan contoh bagi Pemerintah Daerah lainnya. Untuk itu, kombinasi dari sejumlah pendekatan telah dilakukan agar gambaran komprehensif yang diinginkan tersebut dapat tercapai.

Pendekatan pertama dilakukan dalam mengidentifikasi dan memetakan inovasi program yang ada di Kabupaten Jembrana, yaitu dengan mencari informasi mengenai inovasi program tersebut melalui publikasi dan dokumentasi resmi yang terkait dengan inovasi program yang telah dilakukan, wawancara/diskusi dengan pihak pemerintah Kabupaten Jembrana dan masyarakat, pengamatan langsung di lapangan, pemberitaan media massa serta informasi yang relevan dan terpercaya lainnya.

Pendekatan kedua dilakukan dalam mengelompokan inovasi program yang ada di Kabupaten Jembrana dengan menggunakan indikator-indikator tertentu seperti locus (internal dan eksternal institusi pemerintah daerah), focus (berkenaan dengan proses pelayanan, peningkatan kapasitas aparat, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan sebagainya), objektif (efektiftas dan efisiensi organisasi pemerintah daerah, penanganan permasalahan sosial ekonomi masyarakat, dan sebagainya), serta metode pelaksanaan (melibatkan partisipasi masyarakat, terbatas pada aparat pemerintah daerah dan sebagainya).

Pendekatan ketiga dilakukan dalam menganalisis inovasi program yang ada di Kabupaten Jembrana melalui tiga tahapan analisis, yakni:

Tahap I, inovasi program dinilai dengan menggunakan indikator-indikator program best practices. Karakateristik program best practices didasarkan pada teori dan pengalaman yang berkembang saat ini. Penilaian best practices didasarkan atas standar-standar umum yang telah ditetapkan. Dalam metode penilaian tersebut digunakan metode kualitatif yang dikuantitatifkan yaitu melalui perangkat kuesioner yang disebarkan kepada sejumlah masyarakat. Kuesioner tersebut dijabarkan dari indikator-indikator best practices untuk menilai persepsi masyarakat terhadap sejumlah inovasi program terpilih dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan perekonomian. Selain itu, penilaian best practices dipertajam dengan penggunaan penilaian skala likert dalam menilai persepsi kelompok diskusi terarah (FGD) terhadap pelaksanaan dari inovasi program terpilih tersebut.

Tahap II, kesimpulan terhadap hasil penilaian tersebut didasarkan pada persentase dan jumlah skor yang diperoleh. Disamping itu, untuk mengakomodasi indikator lain yang tidak termasuk dalam indikator penilaian tersebut serta untuk menghindari bias statistik/kuantitatif dalam pengambilan kesimpulan maka digunakan pula pendekatan seperti wawancara mendalam dan Focus Group Discussion (FGD) untuk mengambil kesimpulan yang bersifat valid.

Tahap III, hasil kesimpulan kemudian dianalisis secara deskriptif. Dalam analisis tersebut dipaparkan tentang performance dari sejumlah inovasi program terpilih tersebut.

Pendekatan keempat dilakukan dalam memberikan rekomendasi mengenai strategi dan tindak lanjut dari pengembangan inovasi program yang mencakup institusionalisasi dan keberlanjutan program serta replikasinya untuk daerah lain.

3. Kerangka Teori

Best Practices oleh UN Habitat dalam konteks kehidupan perkotaan didefinisikan sebagai inisiatif yang telah menghasilkan kontribusi menonjol (outstanding contributions) dalam meningkatkan kualitas kehidupan baik di kota-kota maupun masyarakat umum lainnya Elaborasi lebih lanjut terhadap definisi tersebut dilakukan oleh UN sebagai inisiatif yang telah terbukti sukses, yakni: (Dubai Municipality, 2003).

C Memiliki dampak yang dapat ditunjukkan dan didemonstrasikan dalam meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
C Merupakan hasil dari kerjasama yang efektif antara sektor publik, sektor swasta dan masyarakat madani; serta
C Berkelanjutan secara sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan

Dari definisi menurut UN tersebut dapat dilihat bahwa penekanan best practices terletak pada kontribusi menonjol (outstanding contributions) dari sebuah inisiatif dalam meningkatkan “kualitas kehidupan” masyarakat serta adanya bukti nyata suksesnya inisiatif tersebut dilihat dari dampak, proses, dan keberlanjutannya.

Sebagai sebuah instrumen, best practices diperkenalkan dan digunakan oleh UN sebagai alat untuk meningkatkan kualitas kebijakan publik yang didasarkan atas apa yang terjadi di lapangan; meningkatkan kepedulian para pengambil kebijakan dan masyarakat umum terhadap solusi potensial dari masalah bersama di bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan; serta dalam upaya membagi dan mentransfer pengetahuan, keahlian dan pengalaman melalui sebuah jaringan kerjasama dan pembelajaran berantai (peer to peer learning).

Dengan alasan tersebut dan kemungkinan bagi sebuah inovasi program untuk direplikasikan di Daerah lain, maka instrumen best practices dipilih untuk digunakan dalam menilai inovasi program yang ada dan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana. Penilaian dilakukan dengan menggunakan sejumlah kriteria best practices yang menurut UN terdiri atas:

1. Dampak (impact), sebuah best practices harus menunjukkan sebuah dampak positif dan dapat dilihat (tangible) dalam meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan tidak beruntung
2. Kemitraan (partnership), sebuah best practices harus didasarkan pada sebuah kemitraan antara aktor-aktor yang terlibat. Setidaknya melibatkan dua pihak
3. Keberlanjutan (sustainability), sebuah best practices harus membawa perubahan dasar dalam wilayah permasalahan berikut:
C Legislasi, kerangka pengaturan oleh hukum atau standar formal yang menghargai isu-isu dan masalah yang dihadapi
C Kebijakan sosial dan atau strategi sektoral di daerah yang memiliki potensi bagi adanya replikasi dimanapun
C Kerangka institusional dan proses pembuatan kebijakan yang memiliki kejelasan peran dan tanggung jawab bagi beragam tingkatan dan kelompok aktor seperti pemerintah pusat dan daerah, LSM, dan organisasi masyarakat
C Efisien, transparan, dan sistem manajemen yang akuntabel yang dapat membuat lebih efektif penggunaan sumber daya manusia, teknik dan keuangan
4. Kepemimpinan dan pemberdayaan masyarakat (leadership & community empowerment), yakni:
C Kepemimpinan yang menginspirasikan bagi adanya tindakan dan perubahan, termasuk didalamnya perubahan dalam kebijakan publik
C Pemberdayaan masyarakat, rukun tetangga dan komunitas lainnya serta penyatuan terhadap kontribusi yang dilakukan oleh masyarakat tersebut
C Penerimaan dan bertanggung jawab terhadap perbedaan sosial dan budaya
C Kemungkinan bagi adanya transfer (transferability), pengembangan lebih lanjut dan replikasi
C Tepat bagi kondisi lokal dan tingkatan pembangunan yang ada
5. Kesetaraan Gender dan Pengecualian social (gender equality & social inclusion), yakni inisiatif haruslah dapat diterima dan merupakan respon terhadap perbedaan sosial dan budaya; mempromosikan kesetaraan dan keadilan sosial atas dasar pendapatan, jenis kelamin, usia, dan kondisi fisik/mental; serta mengakui dan memberikan nilai terhadap kemampuan yang berbeda
6. Inovasi dalam konteks lokal dan dapat ditransfer (innovation within local context & transferability), yakni bagaimana pihak lain dapat belajar atau memperoleh keuntungan dari inisiatif, serta cara yang digunakan untuk membagi dan mentransfer pengetahuan, keahlian dan pelajaran untuk dapat dipelajari tersebut

4. Hasil Temuan Program Inovasi

Dari hasi pengamatan yang dilakukan di lapangan, terlihat bahwa inovasi program yang ada di Kabupaten Jembrana lebih didominasi oleh program yang memiliki locus atau tempat pelaksanaan program yang berada di luar institusi Pemerintah Kabupaten dibandingkan dengan program yang dilaksanakan di dalam institusi Pemerintah Kabupaten Jembrana. Hal ini dapat dilihat dari 24 (dua puluh empat) jenis program yang sejauh ini dapat kami catat keberadaannya, dimana 18 (delapan belas) jenis diantaranya merupakan program yang memiliki locus di luar institusi Pemerintah Kabupaten dan hanya 6 (enam) jenis program saja yang berada di dalam institusi Pemerintah Kabupaten.

Apabila dilihat dari fokus-nya, maka program-program yang ada dapat dikelompokkan kedalam sejumlah kategori yang terkait dengan proses pelayanan, peningkatan kapasitas aparat Pemerintah Kabupaten, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan kategori tersebut, 4 (empat) program terkait dengan proses pelayanan; 7 (tujuh) program terkait dengan peningkatan kapasitas aparat Pemerintah Kabupaten, dan 13 (tiga belas) program terkait dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Dilihat dari objektif yang ingin dicapainya, maka program-program yang ada dapat dibagi kedalam kelompok program yang terkait dengan efektivitas dan efisiensi organisasi/aparat Pemerintah Kabupaten serta penanganan permasalahan-permasalahan sosial dan ekonomi masyarakat. Berdasarkan pengelompokkan tersebut, terdapat 8 (delapan) jenis program yang terkait dengan efektivitas dan efisiensi organisasi/aparat Pemerintah Kabupaten, serta 16 (enam belas) jenis program yang terkait dengan penanganan permasalahan-permasalahan sosial dan ekonomi masyarakat.

Sementara itu, dilihat dari metode pelaksanaannya, maka program-program yang ada dapat dibagi kedalam kategori program yang dalam pelaksanaannya melibatkan partisipasi masyarakat serta program yang terbatas pada aparat Pemerintah Kabupaten saja. Berdasarkan kategori tersebut tercatat 18 (delapan belas) program yang dalam pelaksanaannya melibatkan partisipasi masyarakat serta 6 (enam) program yang terbatas padaaparat Pemerintah Kabupaten saja.

5. Analisis Program Inovasi

Dari hasil temuan lapangan, program-program inovasi yang dilaksanakan di Kabupaten Jembrana memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut dan direplikasikan di daerah lain. Pada dasarnya beberapa program inovasi tersebut sudah diterapkan di daerah-daerah lain. Bahkan program dana bergulir dan program pelayanan umum satu atap sudah menjadi program nasional. Berikut ini akan dianalisis kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh program inovasi di Kabupaten Jembrana. Analisis akan didasarkan pada beberapa fokus faktor yaitu: (1) Peran lembaga adat, (2) Dampak program bagi masyarakat, (3) Peran Bupati dalam program inovasi, (4) Efisiensi dan efektivitas Birokrasi, (5) Budaya Birokrasi, (6) Pemilihan Prioritas, dan (7) Aspek keberlanjutan program.

5.1. Peran Lembaga Adat dan organisasi lokal lainnya

Salah satu kekuatan yang dimiliki oleh Kabupaten Jembrana khususnya, dan Propinsi Bali pada umumnya adalah struktur ganda organisasi pemerintahan masyarakat desa, yaitu organisasi formal pemerintah (lurah, camat) dan organisasi adat (desa adat). Jika struktur formal pemerintah melahirkan norma hukum negara, maka struktur organisasi adat melahirkan norma hukum adat (awig-awig). Dalam pelaksanaan berbagai macam program pemerintah, kedua struktur ini menciptakan sinergi. Khususnya dalam pelaksanaan program dana bergulir, desa adat sangat berperan dalam sanksi dan kontrol sosial terhadap pengembalian dana pinjaman dari pemerintah. Dalam SK Bupati tentang dana bergulir, desa adat juga berkewajiban melakukan bantuan pembinaan kepada POKMAS di lingkungannya. Keterlibatan dan tanggung jawab desa adat (dalam hal ini kepala dusun dan kepala desa) baik dalam tahap pembentukan POKMAS, Persiapan proposal, pengajuan permohonan, pemanfaatan dana, dan pengembalian dana bergulir terlembaga dalam program dana bergulir.

5.2. Dampak Program

Keseluruhan program inovasi yang dilaksanakan di Kabupaten Jembrana dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan masyarakat. Ketiga program inovasi unggulan, yaitu pendidikan, kesehatan dan peningkatan daya beli masyarakat merupakan realisasi peningkatan kesejahteraan. Sedangkan program inovasi perbaikan struktur dan proses birokrasi secara nyata merupakan realisasi dalam rangka peningkatan pelayanan masyarakat. Indikator-indikator keberhasilan dalam program inovasi pendidikan antara lain semakin luasnya pemerataan kesempatan pendidikan, menurunnya angka drop out, meningkatnya angka partisipasi kasar dan murni, meningkatnya angka melanjutkan sekolah dan angka rata-rata UAN dan kelulusannya. Dalam bidang kesehatan dampak positif program dapat dilihat dari indikator menurunnya angka Bed Occupation Ratio (BOR) di Rumah Sakit Umum Negara, meningkatnya angka kunjungan berobat ke PPK-1, dan menurunnya angka kematian bayi. Indikator keberhasilan dalam program dana bergulir dapat dilihat dari berkurangnya jumlah KK miskin, meningkatnya total PDRB daerah dan PDRB perkapita. Dalam bidang pelayanan, keberhasilan program dapat dilihat dari semakin cepatnya pelayanan perizinan, peningkatan kedisiplinan pegawai dan efisiensi penggunaan dana APBD.

Secara politik keberhasilan-keberhasilan tersebut meningkatkan kepercayaan dan akseptansi masyarakat terhadap pemerintah daerah. Secara regional keberhasilan program di Kabupaten Jembrana akan memberikan multiplier effect dan best practices kepada daerah sekitarnya. Transaksi jual beli antar daerah di Bali dan luar Bali semakin meningkat. Kompetisi antar daerah untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat semakin kuat. Sedangkan secara nasional, keberhasilan program inovasi di Kabupaten Jembrana memberikan motivasi kepada daerah-daerah lain untuk melakukan hal serupa.

Meskipun demikian, terdapat sejumlah kritik terhadap berbagai program inovasi yang dilakukan di Kab. Jembrana. Kritik utama adalah bahwa beberapa program inovasi sangat berorientasi pada biaya (cost centered program). Dalam bidang pendidikan misalnya, dengan keterbatasan kemampuan dana pemerintah, pembebasan iuran sekolah dalam jangka panjang akan menyebabkan ketidakmandirian masyarakat dan sekolah. Program bebas iuran sekolah juga tidak menganut prinsip keadilan vertikal, dimana semua siswa tanpa memperhatikan kondisi ekonomi menikmati bantuan yang sama. Kondisi ini juga terjadi dalam bidang kesehatan.

5.3. Dominasi Peran Bupati Dalam Program Inovasi

Dalam struktur masyarakat Bali yang berkharakter ”patron client” dan cenderung homogen, maka dominasi peran Bupati dalam penentuan prioritas dan pelaksanaan program sangatlah penting. Dominasi peran dan komitmen Bupati untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat merupakan sinergi sebagai faktor kunci keberhasilan program inovasi di Kabupaten Jembrana. Perubahan pola pikir dan budaya aparat birokrasi sedikit banyak dipengaruhi oleh kepemimpinan Bupati. Sehingga, dominasi peran dan komitmen Bupati memiliki korelasi positif terhadap motivasi aparat untuk melakukan perubahan. Kemampuan Bupati untuk memobilisasi dukungan aparat dalam program inovasi merupakan keniscayaan. Bahkan dalam banyak hal, keberlanjutan program inovasi di Kabupaten Jembrana sangat ditentukan oleh figur dan kepemimpinan Bupati pada periode yang akan datang.

Dalam masa transisi, keterlibatan penuh Bupati dalam menentukan program dan kegiatan pembangunan, termasuk menentukan ukuran dan material bangunan, merupakan upaya pembelajaran makna efisiensi dan effektivitas kepada aparat pemerintah daerah. Akan tetapi, dalam jangka panjang ”pola manajemen yang sentralistis” ini akan melumpuhkan kreativitas human capital. Fungsi organisasi juga tidak berjalan semestinya oleh karena dominasi peran Bupati, termasuk dalam hal-hal yang bersifat teknis.

5.4. Efisiensi dan Efektivitas Program Inovasi

Keberhasilan program inovasi di Kabupaten Jembrana sangat didukung oleh program efisiensi secara keseluruhan yang dilakukan oleh Bupati dan aparatnya. Dapat dipahami bahwa dengan keterbatasan sumber dana, maka hanya melalui program efisiensi program-program inovasi dapat dilaksanakan. Langkah efisiensi di Kabupaten Jembrana dilakukan antara lain melalui pembentukan tim owner estimate yang bertugas memberikan second opinion (second price) kepada Bupati dalam pengadaan barang dan jasa. Pengadaan barang dan jasa dilakukan secara terpusat. Daftar harga barang untuk Belanja Rutin diperbaharui secara berkala sesuai dengan harga yang berlaku di pasar dengan marjin harga yang paling rendah. Dalam beberapa kasus pembangunan fisik dilakukan secara swakelola. Khusus untuk bidang pendidikan, pembangunan fisik gedung sekolah melibatkan Komite Sekolah.

Efisiensi menyeluruh juga dilakukan dengan mengatur penggunaan sarana dan prasaran kerja sedemikian rupa, sehingga penggantian sarana kerja hanya dilakukan jika benar-benar dibutuhkan. Misalnya saja dalam pengaturan pemakaian kendaraan dinas yang hanya dapat dipergunakan pada jam kerja (jam 08.00-14.00). Semua upaya efisiensi yang dilakukan di Kabupaten Jembrana pada dasarnya merupakan aplikasi dari semangat pemerintahan yang berwirausaha (enterpreneur government).

Paradigma efisiensi ini sedikit banyaknya akan bersinggungan dengan pola pikir lama sejumlah aparat. Efisiensi berdampak negatif terhadap ”pendapatan sampingan” aparat pemda sehingga secara laten menimbulkan resistensi, termasuk dalam proses pengadaan barang dan jasa. Karenanya proses penyamaan persepsi antara Bupati yang memiliki paradigma baru dengan segenap jajarannya akan sangat menunjang dalam pencapaian efisiensi anggaran yang diinginkan. Untuk mengurangi resistensi tersebut diterapkan sistem insentif tahunan yang diberikan secara merata. Dalam bahasa aparat Pemda Jembrana, pada saat ini tidak terdapat lagi pembedaan antara ”tempat basah dan kering”.

5.5. Budaya Birokrasi

Perubahan organisasi pemda yang cepat harus diikuti oleh perubahan paradigma kepala daerah dan aparatnya. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan terdapatnya kesenjangan antara pola pikir wirausaha Bupati dengan pola pikir birokrat dari aparat. Masalah ini akan kontraproduktif jika tidak terdapat mekanisme komunikasi pimpinan dan aparat untuk menyatukan persepsi. Karena itu diperlukan perubahan budaya organisasi secara keseluruhan dari budaya organisasi birokrasi menuju budaya organisasi enterpreneurship. Di Kabupaten Jembrana hal ini dilakukan antara lain melalui aplikasi sistem presensi pegawai dengan Handkey, dimana perilaku pegawai menjadi disiplin. Dalam bidang pelayanan perijinan, budaya red tape birokrasi dikurangi melalui aplikasi sistem pelayanan satu atap yang mengurangi intervensi dan interaksi langsung antara pihak pemohon izin dengan pihak pemberi izin. Batas waktu pemberian perizinan menjadi lebih singkat dan terstandarisasi. Perubahan budaya organisasi juga dapat dilihat dalam pemakaian kendaraan dinas. Diluar jam kerja atau pada hari libur, kendaraan dinas hanya dapat dipergunakan dengan izin Sekretaris Daerah.

5.6. Pemilihan Prioritas

Pemilihan prioritas program inovasi disesuaikan dengan visi dan misi yang akan dicapai oleh Kabupaten Jembrana yang juga didasarkan pada indikator Human Development Index (HDI). Program inovasi yang dilakukan oleh Pemda memiliki tingkat penerimaan yang tinggi oleh masyarakat. Penerimaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa program yang dilakukan sangat sesuai dengan kebutuhkan mendasar masyarakat. Dalam perspektif pembangunan, ketiga program unggulan yaitu pendidikan, kesehatan dan peningkatan daya beli merupakan satu kesatuan yang terkait. Hal ini sinergis dengan adanya perubahan di dalam struktur dan proses organisasi.

5.7.. Aspek keberlanjutan program

Program-program inovasi di Kabupaten Jembrana tidak bisa dipisahkan dari dominasi peran, komitmen dan figur Bupati. Kenyataan ini positif untuk mendorong terjadinya perubahan di Kabupaten Jembrana. Pada sisi yang lain, hal ini juga menimbulkan kekhawatiran apakah program-program inovasi tersebut dapat berlanjut apabila Bupati terpilih pada masa yang akan datang tidak memiliki komitmen serupa. Sampai saat ini program-program inovasi tersebut belum memiliki kerangka hukum yang mengikat dalam bentuk Peraturan Daerah. Dari aspek pembiayaan, keterbatasan PAD dan ketergantungan pada sumber penerimaan dari pemerintah pusat juga menimbulkan tanda tanya terhadap keberlanjutan program-program inovasi.

6. Kesimpulan dan Penutup

Beberapa hal yang dapat ditarik sebagai kesimpulan dalam program inovasi di Kabupaten Jembrana adalah:

(1) Political will and commitment dari Kepala Daerah untuk melaksanakan program. Dimulai dengan membangun kesamaan visi, misi dan tujuan dengan aparat birokrasi, kepercayaan dan keterlibatan birokrasi dalam pelaksanaan program sangat menentukan. Artinya kemauan dan komitmen politik dari Bupati saja tidak cukup tanpa dukungan dan motivasi aparat birokrasi untuk melaksanakan program tersebut. Apalagi jika terdapat sejumlah orang dalam internal birokrasi yang kontraproduktif terhadap gagasan dan pelaksanaan program.

(2) Kemampuan Kepala Daerah beserta aparat untuk melibatkan organisasi lokal seperti lembaga dan tokoh adat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan pihak-pihak terkait lainnya dalam penyusunan prioritas juga dalam pelaksanaan program. Dengan keterlibatan semua pihak dalam program, akan meningkatan dukungan politik, motivasi dan penerimaan masyarakat terhadap program. Struktur sosial dan budaya lokal yang akomodatif, merupakan faktor penguat keberhasilan program.

(3) Pelajaran yang dapat diambil dari Jembrana adalah program efisiensi pembangunan di semua sektor. Barangkali tidak terbayangkan secara finansial, sebuah daerah yang hanya memiliki PAD 2,4 Milyar pada tahun 2001, 5 Milyar pada tahun 2002 dan 11 Milyar pada tahun 2003 dapat membebaskan biaya sekolah bagi siswa sekolah negeri dari SD, SMP dan SMA. Kemungkinan ini hanya dapat terjadi jika dilakukan efisiensi terhadap semua sektor. Untuk itu, disamping komitmen terhadap efisiensi, perlu dibuat grand strategy seperti mekanisme kontrol harga dalam pembelanjaan barang dan pembelanjaan yang seminal mungkin (prinsip kewirausahaan dalam pemerintahan)

(4) Pemilihan prioritas program. Di banyak daerah, pembangunan pendidikan seringkali terabaikan dan kalah oleh pembangunan fisik lainnya. Dengan kata lain, pembangunan non fisik seperti pendidikan, kesehatan dan peningkatan daya belu masyarakat belum menjadi prioritas bagi kebanyakan daerah. Di Kabupaten Jembrana, hal itu menjadi lain. Dengan berpedoman kepada Human Development Index (HDI), Kepala Daerah menjadikan program pendidikan, kesehatan dan peningkatan daya beli masyarakat sebagai prioritas pembangunan. Keberhasilan program-program inovasi ini sangat mudah dipahami, karena bidang-bidang tersebut merupakan bidang yang sangat dekat dan dibutuhkan oleh masyarakat.



Refererensi

Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI)., 2003., Best Practices Anggota APKASI 2003., Jakarta

Center for City and Local Administrative Development Studies (CCLADS)., 2000., Local Community Development: Learning from One Village One Product Experience of the Oita Prefectural Government., Depok

Dubai Municipality., 2003., “Dubai International Award for Best Practices to Improve the Living Environment”., Submission Guide and Reporting Format for the Year 2004.

International City/County Management Association (ICMA)., tanpa tahun., Mendokumentasikan Best Practice dan Memfasilitasikan Penyampaiannya., Jakarta

Tabor, John., 2002., “Pentingnya Inovasi Pemerintahan Daerah”., Inovasi CLGI., Edisi I Oktober – Desember 2002

Winasa, I Gede., 2004., “Peningkatan Pelayanan Publik dan Efisiensi Birokrasi di Kabupaten Jembrana”., makalah., Seminar Sehari Kreativitas dan Inovasi Daerah dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah Menuju Tata Pemerintahan yang Baik., Jakarta 13 Juli 2004

http://www.bestpractices.org/

http://www.inovasipemda.com/

http://www.innovation.cc/

http://www.jembrana.go.id/

http://www.kompas.com

Tulisan ini dimuat dalam Bisnis & Birokrasi, Vol. XII, No. 3 September 2004, pp 52-60

0 Comments:

Post a Comment

<< Home